Saya lupa kapan pertama kali
mendengar istilah 'hantu' ini. Kalau tidak salah dari sebuah majalah. saya
rahasiakan, ah, nama majalahnya biar penasaran. Hahay....
Sebenarnya yang dibahas di
majalah tersebut adalah soal agen menulis yang biasanya 'mengakuisisi' tulisan
seseorang dengan prosedur tertentu. ini mengingatkan nalar saya pada istilah
ghost writer. Penjelasan lebih lengkap tentang ‘hantu’ ini saya
dapatkan dari internet.
Ternyata ada dua versi definisi
'si hantu'. Namun, pada dasarnya ghost writer adalah orang yang menjual
kemampuannya dalam hal menulis. Ada yang beranggapan dia menulis naskah jadi
alias siap saji, lalu menawarkan karyanya tersebut kepada orang yang
membutuhkan. Dan, naskah tersebut tidak akan lagi 'beratasnamakan' dirinya. Dia
melakukannya semata mata karena uang. Perkara yang satu inilah yang biasanya
menimbulkan polemik ‘plagiat’ di kemudian hari. Dan, ‘hantu’ jenis inilah yang
seringkali dipandang miring.
Tapi, di sisi yang lain, ada
orang-orang yang memang direkrut untuk menggunakan kemampuannya menulis sesuatu
berdasarkan pemikiran atau ide dari orang lain yang karena suatu hal, orang
tersebut tidak bisa menuliskan sendiri idenya. Maka yang dijual oleh seorang
ghost writer pada perkara kedua ini adalah 'jasa'. Yaitu, murni keahliannya
dalam hal menulis ataupun jasa konsultasi. Ini menjadikannya sebagai ‘hantu’
yang terhormat. Kedua definisi ghost writer pun menjadi berbeda.1
Dan hari ini, Hihihi...nggak
nyangka, saya bertemu seorang ghost writer. Alhamdulillah, dari situ saya bisa
sedikit mengintip ‘lalampahan’ seorang penulis. Ternyata perjalanan kepenulisan
itu tidak semudah membalikan telapak tangan saja atau menjentikan jari saja
atau mengedipkan mata saja. Melainkan ‘seribet’ melakukan ketiganya sekaligus
sambil jungkir balik :p sebab segalanya butuh usaha dan juga kerja keras.
Proses menuju sebuah pencapaian itu sangat panjang.
Ketika menjadi penulis adalah
sebuah impian. Mungkin akan terasa indah, mudah dan menyenangkan pada awalnya.
Tetapi ketika mimpi dihadapkan pada fakta lapangan, tantangan yang menghadang
pastinya sulit ditaklukan apabila tidak ada kesiapan untuk menghadapinya.
Misal: sulitnya menembus media, ribetnya prosedur penerbitan, kritikan, selera
pembaca, kerasnya persaingan pasar, dan kenyataan bahwa hasil yang didapat
mungkin tidak sesuai dengan harapan.
Tidak jarang juga naskah ditolak
atau malah tidak laku dipasaran. Hingga pada titik tertentu, seorang penulis
yang memiliki idealism tinggi sekalipun terpaksa menyerah pada keadaan. Mungkin situasi semacam ini juga pernah
dialami seorang penulis yang kemudian mendorongnya mengambil keputusan menjadi
‘hantu’.
Berdasarkan versi pertama sesuai
uraian diatas, Selama ini ‘alam penulis hantu’ dipandang kelam oleh sebagian
orang. Padahal, bukan tidak mungkin ada cerita dramatis dibaliknya. Sebab saya
yakin impian seseorang tidak akan semudah itu dapat dibelokkan atau bahkan
dimatikan hanya karena alasan ‘kebutuhan’. Pasti ada kondisi sulit dimana ia
terpaksa mengorbankan idealisme demi sebuah kelangsungan hidup. Tidak banyak
penulis yang mungkin mampu melalui situasi semacam itu. Beberapa mungkin bisa
bertahan dan eksis, lalu menjadi penulis ternama dengan karya-karya yang sudah terasah kualitasnya.
Beberapa mungkin tumbang dan menyerah kalah, membiarkan impian mereka layu
begitu saja. Dan, dengan berbagai pertimbangan tentunya, sebagian mungkin memilih jalan lain menjadi ghost
writer.
Dia menulis, menghasilkan karya, tapi tidak
‘ternama’. Sebagian orang mungkin memandang pekerjaan itu denagn sebelah mata.
Tapi, saya justru menangkap sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Di balik
cap miring terhadap predikatnya, ghost writter menyembunyikan sisi mulia. Sebab,
dia tidak mengejar nama. Terlebih lagi, dia berperan menjadi ‘orang di balik
layar’ kesuksesan seseorang. Dan, ia dilarang memelihara iri atau cemburu
terhadap kesuksesan orang yang ‘dibantunya’ itu. Dengan kata lain, ia harus
ikhlas atas apa yang sudah ‘direlakannya’ untuk ‘dimiliki’ orang lain. Di
samping itu, ia juga haruslah seseorang yang bisa dipercaya karena ‘rahasia
dapur sesorang’ yang digenggamnya tidak boleh sampai bocor ke telinga siapapun
juga.
Mungkin itulah selintas pelajaran yang saya
dapatkan hari ini melalui seorang ghost writter.
Intinya, ternama ataupun tidak, apapun
bidangnya (fiksi atau non fiksi), bagaimanapun jenisnya (profesional, amatir
atau pemula), seperti apapun sebutannya (penyair, novelis, cerpenis, jurnalis,
editor, dll), bahkan ghost writter sekalipun, selama yang mereka kerjakan
adalah menulis, maka mereka adalah penulis.
terima kasih kepada ‘hantu’ yang sudah menampakkan dirinya hari ini :)
pwk, 190513.
Komentar
Posting Komentar