Selalu ada cerita sepulang kerja. Hari ini pun
sama. Lebih dari itu kisah hari merupakan yang paling menguras emosi. Begini
ceritanya...
Beberapa hari ini nenknonk terlihat lebih pendiam
dari biasanya. Rekan satu angkotnya yang paling cerewet saja sering kali
menyinggung dengan mengatakan bahwa nenknonk lah yang paling ‘sunyi’ jarang
bersuara. Biasanya nenknonk memang tidak banyak kata, tapi sesekali ia juga
suka nimbrung dalam pembicaraan dalam angkot disetiap pagi dan petang. Angkot
yang mereka tumpangi kan ‘exlusive’. Penumpang angkot ini tetap, kurang lebih
10 orang yang sama, yang bekerja di sebuah pabrik yang sama, yang berangkat dan
juga sering pulang bersama-sama. Angkot ini adalah milik bersama
(jiaaah....ngaku-ngaku). Kami menyebut sistem carter angkot seperti ini dengan
istilah ‘abodemen’ karena kami membyar ongkosnya sebulan sekali.
Nah, kembali ke masalah diamnya nenknonk
belakangan ini. Apakah yang sebenarnya terjadi? Nenknonk sendiri sebenarnya
menanyakan hal yang sama. Ia sendiri merasakan perubahan suhu, dan kadar
nyalinya yang sedikit berkurang dalam hal suara menyuarakan aspirasi
pribadinya. Ia pikir mungkin semua ini karena tekanan kerja yang ‘sungguh
ther-laa-lhu’. Ia merasa dibungkam oleh keadaan dan lingkungan sekitarnya. Hal
ini juga cukup menyiksanya. Tapi, image ‘pendiam’ adalah trademark-nya, jadi ia
tidak mampu berbuat banyak untuk merubahnya. Pasar sudah terlanjur mengenalnya
sebagai produk ‘taat’, jika ia berubah sedikit saja bisa-bisa ia di cap
pemberontak dan dikeluarkan dari peredaran. Intinya nenknonk memilih bungkam
atas chaos yg terjadi di otaknya.
Dunia mengenal nenknonk sebagai anak baik-baik.
Tidak diragukan lagi. Namun kejadian sepulang kerja hari ini, benar-benar telah
mencemarkan nama baiknya. Setidaknya itulah yang bertengger dipikiran nenknonk
saat ini. Tepat disaat semua huruf pada tulisan ini mengalir lancar keluar dari
kepalanya dan tercetak di layar.
Kejadiannya petang ini...
Nenknonk keluar dari pabrik ‘tercinta’ tepat pukul
18.00 lewat beberapa menit, karena sebelum menyentuh pintu keluar semua
karyawan wajib mengantri barcode (sejenis time card) dengan berebutan seperti
kaum duafa mengantri sembako yg dibagikan pemerintah. Hanya saja kondisi kami
lebih mirip narapidana yg berebutan keluar penjara saat terjadi kerusuhan
masal. Barcode selesai, masih ada pemeriksaan satpam. Huh...menyebalkan. waktu
pulang jadi terhambat. Belum cukup sampai di situ, puncak acara pagelaran
seusai kerja adalah kemacetan total. Selalu. Setiap hari. Tiada hari tanpa
macet di depan pabrik kami. Beribu-ribu orang dari 2 factory keluar bersamaan,
sedangkan mobil angkutan umum yang tersedia begitu terbatas. Motor-motor
berseliweran di mana-mana, orang-orang berjalan tak tentu arah, angkot yg tidak
mau mengalah, saling jegal, saling salib, saling serobot. Aparat keamanan level
manapun tak berdaya menghadapi situasi pelik seperti di depan pabrik kami.
Jalanan yg sempit memaksa kendaraan umum yg ‘tak berdosa’ harus bersedia
merasakan pahitnya kemacetan berjam-jam. Ambulan sekalipun sulit menembus
blokade ‘kecil-kecilan’ ini. Seandainya pasien di dalam ambulan itu sedang
sekarat tentu kemungkinan besar bisa tewas di tempat. Bukan karena sakitnya
parah, melainkan karena parahnya kemacetan. Kesemerawutan yang luar biasa ‘indah’.
Sangat patut disyukuri petang ini nenknonk naik
angkot yang sopirnya mungkin mengidolakan michel shumacher, jadi ia melarikan
mobilnya secepat kilat, menerobos barisan kendaraan, puluhan motor juga lautan
manusia. Sopir-sopir angkot di daerah ini memang terampil kebut-kebutan ngejar
setoran. Mereka punya target pulang pergi, karena jadwal kepulangan karyawan
dari pabrik terbagi menjadi 2 waktu yang utama yaitu pukul 17.30 dan pukul
18.00, mereka pun mempersiapkan strategi penjemputan dengan seksama. Menjadi sopir angkot di daerah ini memang membutuhkan kecerdasan khusus,
keterampilan yang memadai, dan kecerdikan serta kreatifitas yang mendukung. Jadi
supir angkot aja ribet banget, tapi ya sudahlah yang terpenting penumpang bisa
selamat sampai tujuan dalam waktu sesingkat-singkatnya tanpa keterlambatan.
Walaupun seringnya memang terlambat.
Syukurlah kali ini nenknonk bisa sampai di tempat
transit lebih awal dari yang lainnya berkat jasa pak ‘Shumi’ tadi. Sayangnya,
mobil abodemen merka belum tiba di tempat. Jadi, nenknonk harus menunggu
beberapa saat. Menyebalkan memang, tapi situasi seperti ini merupakan sebuah
kesempatan di mata nenknonk.
Jadwal masuk siang yag berarti pulang pukul 18.00
sangatlah dilematis. Dilema terjadi dikarenakan pergeseran waktu maghrib. Jika
mghrib lebih awal (kurang dari 18.00) maka, nenknonk sholat di mushola pabrik
sesaat setelah memenangkan pertarungan rebutan barcode. Masalahnya, jika waktu
maghrib bergeser melewati angka 18.00, maka nenknonk kesulitan untuk
menyelenggarakan ibadah sholatnya. Ia tidak mungkin mendekam di pabrik lebih
lama karena waktu tutup buka pintu sangat dibatasi. Jika, ia memaksakan diri
sekalipun, konsekuensinya ia bisa terjebak macet dan terlambat sampai di tempat
transit lalu di lempari tatapan tidak menyenangkan disertai suguhan kalimat
tidak enak oleh rekan-rekan seangkotnya. Ia bisa mati kutu.
Maghrib berakhir pukul 19.00 tepat ia sampai di
rumah jika ia naik mobil abodemaen nya, jika tidak maka jangan harap ia
kebagian waktu maghrib di rumah. Dilema bukan ? ini dilema bagi nenknonk yang tidak berdaya.
Ia tidak rela maghribnya tersita tapi ia juga tak tahu harus bagaimana. Tempat
transitnya hanya 1 yaitu perempatan Sadang Terminal squere. Memang ada 1 masjid
jami di sebelah timur STS, tapi jaraknya cukup jauh jika ditempuh dengan
berjalan kaki. Ujung-ujungnya terlambat lagi. Dimarahi lagi. Satu-satunya cara
adalah sholat maghrib di masjid STS yang terletak di puncak gedung. Nah, masa
menunggu inilah yang nenknonk nilai sebagai kesempatan untuk sholat. Untuk
melaksanakan misi mulia ini, nenknonk pun harus menempuh perjalanan naik turun
lift ke lantai 3. sebelumnya ia mohon izin dulu pada salah satu rekan angkot
yang sudah stand by terlebih dulu di pinggir jalan.
“bu, nenk ke atas dulu yaa !”
“jug!” kata bu Ini menyilahkan.
“nanti kalau mobilnya datang, jangan dulu
berangkat. Tungguin nenk ya!” pinta nenknonk sedikit khawatir. Jika ia
ditinggal jemputan, bagaimana nasibnya kelak. Hohoho...
“iya, nanti d sms kalau udah datang mah”
Nenknonk pun dengan gagah berani menyeberang
jalan, memasuki gedung STS, pusat perbelanjaan bergengsi di kotanya. Orang yang
tidak tahu pasti mengira ia mau memborong belanjaan di sebuah supermarket
ternama yang ada di gedung tersebut. Padahal, nenknonk Cuma mau numpang sholat
doang. Gkgkgk....
Selesai sholat. Misi berhasil ditunaikan. Beban
kewajiban jatuh berguguran. Nenknonk mengambil hpnya dari dalam tas. Terlihat 2
buah panggilan tidak terjawab dari nomor yang tidak dikenal.
Ia yakin itu pasti rekan seangkotnya yg sudah tidak sabar menunggu. Ia pun
bergegas.
Jalanan lengang. Ternyata mobil abodemen sudah
berangkat meninggalkannya. Nenknonk menunduk meratapi nasibnya. Sebuah
ketidakadilan. Sepanjang perjalanan dalam mobil angkutan umum, nenknonk
mengingat suatu kejadian di suatu petang sepulang kerja. Hari itu macet total,
jalan penuh oleh kendaraan yang tidak bergerak atau bergerak perlahan. Namun,
sopir angkot yang ditumpangi nenknonk kebetulan sedang kesetanan. Nenknonk pun
menjuarai lomba ‘siapa cepat sampai Sadang’ yang selalu didengungkan oleh para
rekan senior nya dlm mobil abodemenan. Berhubung, personel angkot yang lain
sudah berpesan melalui sms yang menyatakan bahwa mereka terjebak macet dan
mohon dikasihani agar di tunggu, nenknonk dan pak sopir pun menunggu. Tak
tanggung-tanggung 1 jam nenknonk menunggu sampai mereka semua lolos dari
bencana si komo lewat. Lalu, ‘apa balasannya?’ tanya nenknonk ke dalam
pikirannya sendiri. Rasionya berkata, ‘begitulah sikap manusia, nenk. Tidak
semuanya sebaik yang kamu sangka. Tidak semuanya punya tenggang rasa. Tidak
semuanya mau memahami kondisi orang lain.’ Sedangkan, hatinya berkata,
‘bersabarlah, nenk. Bukankah kamu orang yang selalu sabar. Biarlah mereka
begitu, asalkan kamu tidak begitu. Bersikaplah yang baik !’ Dan, nenknonk hanya
terdiam. Setidaknya ia merasa tenang karena ia telah memenangkan Allah diatas
yang lainnya. Jam berapapun sampai di rumah sudah tidak jadi masalah karena ia
sudah menunaikan kewajibannya.
Mobil angkutan umum berhenti di penghujung rute
trayek. Di sebuah terminal acak-acakan yang menjadi perbatasan antara kota dan
kampung nenknonk.tinggal 3 orang penumpang. Nenknonk turun bersama seorang
bapak. Ia membayar dengan uang lembaran 10 ribu. Sopir memberikan kembalian
pada bapak tersebut, lalu pada nenknonk.
Bunder selalu ramai. Daerah kampung ini sedang
berkembang menjadi kota kecil. Pertokoan mulai bermunculan di sekelilingnua.
Tidak kurang dari 3 buah mini market beroperasi di sana, jaralnya pun
berdekatan. Segala macam makanan lengkap tersedia, penjualnya bergerobak-gerobak.
Klinik, dokter praktek, foto coppy-an, tukang jahit, warnet, sampai gedung olah
raga badminton juga ada di sana. Sebentar lagi Bunder akan pesat menjadi pusat bisnis
dan usaha, pusat perbelanjaan warga kecamatan jatiluhur, kampung nenknonk.
Nenknonk berjalan cepat memburu waktu sampai ke
rumah, ia sudah terlambat 15 menit.jadi, ia harus memburu angkot kilat yang akn
mengantarkannya ke rumah. Tak disngka, tak diduga...
“Neng!” suara seseorang
memanggilnya.
Nenknonk menoleh. Ia mengernyitkan dahi. Angkot
yang tadi berbelok ke arahnya, tepatnya mengejar dia.
“Neng tadi uangnya
kembalian berapa?” tanya sopir angkot tsb.
“Tujuh ribu lima ratus.” jawab nenknonk. ia merogoh saku tasnya dan mengeluarkan uang kembalian
tadi yang masih utuh.
“Uang 10 ribunya mana?” tanya sopir tadi
sengit.
Nenknonk kaget. “Bukannya tadi udah
saya kasih. Bapak sendiri yang nerima.”
“Tapi uangnya nggak ada.” Sopir itu turun dari mobilnya. Sewot dan
emosi ia membuka pintu dan mengobrakabrik dashboard serta jok
depan. “Mana?? nggak ada kan??”
“Lho..saya udah bayar.” Tegas Nenknonk.
“Tapi buktinya nggak ada.” sopir itu tetap ngotot “Kalau begini tekor dong saya. 10 rebu.”
Nenknonk diam tak bisa berkata-kata walaupun
hatinya dongkol ingin memaki dan teriak membuktikan bahwa ia tidak berbohong.
Nenknonk pantang berbohong.
Pernah lebih
dari satu kali sopir angkot lain memberikan kembalian lebih padanya, ia tidak begitu saja mengantongi
uangnya, tapi dengan jujur ia kembalikan. Dan, detik ini seorang sopir kurang
ajar tidak berpendidikan menuduhnya. Tentu saja nurani nenknonk tidak terima.
Ini kejadian yang pertama dalam hidupnya yang menodai martabtnya sebagai anak
baik-baik. Bagaimana mungkin ia menipu sedangkan, jilbabnya rapat, rok nya
panjang dan kaos kakinya tertutup. Imannya pun msh melekat dlm dada.
Sungguh nenknonk tak sanggup menahan emosi yang
menyeruak. Matanya berkaca-kaca tak mampu menyembunyikan perih dan sakit hati
yg terasa. Tega sekali orang yang menuduhnya berdusta. Ini bukan tentang harga
10 ribu atau seratus ribu, tapi tentang harga diri seorang nenknonknenkchrank.
Seorang gadis yang tidak pernah bersentuhan dengan kasus kriminal. Seorang yang
jangankan menipu, berbohong pun ia tak mampu. Dan, apa yang terjadi kala itu, sungguh berhasil membuatnya malu
setengah mati.
Terminal itu adalah tempat yang hampir setiap
hari ia lalui pagi dan petang. Setiap jengkalnya Nenknonk hafal. Begitu juga
sebaliknya. Bahkan, preman kawasan itu pun mengenalnya. Apalagi para sopir
angkot di daerah itu. Meskipun Nenknonk tidak kenal mereka secara personal,
tapi mereka mengenalnya sebagai anak Bapaknya yang merupakan sopir angkot
senior dan cukup disegani pada masa kejayaannya. Saking ‘terkenalnya’ Nenknonk
di kalangan sopir angkot, jika ia naik angkot menuju rumahnya, jarang sekali ia
bilang, “Kiri”. Sering kali sopir angkot ‘hideng’ sendiri untuk berhenti di
depan gapura tempat Nenknonk biasa berhenti. Kadang kadang Nenknonk boleh
gratis kalau kebetulan sopir angkotnya sodara sendiri. Xixixixi…Tapi ketika
peristiwa memalukan ini terjadi, tidak ada satu orangpun yang peduli.
Hari itu. Baru sekali seumur hidup. Dan, semoga
tidak terulang lagi selama ia hidup. Ia bayar ongkos perjalanan Sadang-Bunder sebesar
Rp. 12.500 yang ditetapkan sebesar oleh DLLAJ hanya sebesar Rp. 2.500. Baru
kali itu ada ongkos angkot yang mahalnya melebihi ongkos bus. Nenknonk
lemparkan saja uang kembalian dan ongkos yang dipinta kembali sopir angkot
kurang ajar itu dengan kesal ke dashboard mobil. Ia sudah tidak peduli lagi
semerah dan setidak karuan apa ekspresi wajahnya kala itu. Marah, kesal, sedih
dan malu bercampur jadi padu. Yang paling menyakitkan tentu saja perkataan sopir itu yang bilang, “Mun kitu mah
Neng teh nipu.”
Astaghfirullahaladzim. Naudzubillahimindzalik.
sungguh tidak pernah Nenknonk bersikap semarah itu pada orang yang bahkan tidak ia ketahui siapa namanya. Semoga ini hanya sekali dan tidak akan pernah terjadi lagi. Jikapun harus menangis, maka tangis itu jatuh karena merasa terdzolimi. Dan, meskipun sakit hati, tidak ada sedikitpun keburukan yang ia biarkan tumpah dari lisannya. Nenknonk hanya ingat bapak dan masa masa sulit yang pernah ia lalui bersama keluarganya. Saat itu juga ia tidak lagi merasa berat denagn segenggam rupiah yang hilang secara paksa dari tangannya. Sopir angkot itu mungkin saja ‘sesusah’ Bapaknya. Begitulah cara Allah mengingatkannya. Mungkin harta yang secuil itu akan sanagt berarti bagi sopir tadi dan keluarganya, ketimbang bagi dirinya. Lepas dari bagaimana rezeki itu didapatkannya, rezeki tetaplah rezeki yang telah allah tetapkan kepastiannya. Apa yang sudah lepas dari genggaman tidak perlu dipikirkan.. Semua selalu ada hikmahnya. Semoga saja sebagian hartanya yang sudah menjadi ‘rezeki’ orang lain itu dapat memberikan keinsyafan dan manfaat bagi orang tersebut. Dan, bagi Nenknonk sendiri, ia baru saja mendapatkan pelajaran yang harganya melebihi ongkos tadi.
sungguh tidak pernah Nenknonk bersikap semarah itu pada orang yang bahkan tidak ia ketahui siapa namanya. Semoga ini hanya sekali dan tidak akan pernah terjadi lagi. Jikapun harus menangis, maka tangis itu jatuh karena merasa terdzolimi. Dan, meskipun sakit hati, tidak ada sedikitpun keburukan yang ia biarkan tumpah dari lisannya. Nenknonk hanya ingat bapak dan masa masa sulit yang pernah ia lalui bersama keluarganya. Saat itu juga ia tidak lagi merasa berat denagn segenggam rupiah yang hilang secara paksa dari tangannya. Sopir angkot itu mungkin saja ‘sesusah’ Bapaknya. Begitulah cara Allah mengingatkannya. Mungkin harta yang secuil itu akan sanagt berarti bagi sopir tadi dan keluarganya, ketimbang bagi dirinya. Lepas dari bagaimana rezeki itu didapatkannya, rezeki tetaplah rezeki yang telah allah tetapkan kepastiannya. Apa yang sudah lepas dari genggaman tidak perlu dipikirkan.. Semua selalu ada hikmahnya. Semoga saja sebagian hartanya yang sudah menjadi ‘rezeki’ orang lain itu dapat memberikan keinsyafan dan manfaat bagi orang tersebut. Dan, bagi Nenknonk sendiri, ia baru saja mendapatkan pelajaran yang harganya melebihi ongkos tadi.
Pelajaran itu berbunyi, ‘Nenk, periksalah
kembali arti ‘ikhlas’ yang kamu junjung tinggi selama ini!’
itulah tamparan yang membuat Nenknonk jadi lebih pendiam daripada sebelumnya.
itulah tamparan yang membuat Nenknonk jadi lebih pendiam daripada sebelumnya.
***
Peristiwa
ini terjadi sekitar tiga tahun lalu, entahlah, saya sendiri sudah lupa kapan.
Bahkan rasa marah dan sakit hatinya pun
saya sudah tidak ingat :D Tapi, tentu saja tidak demikian dengan hikmahnya. Semoga
bermanfaat ;)
�
�
Komentar
Posting Komentar