Genap seminggu wajah mungil itu mengusik ingatanku. Namanya Mardi, bocah pengamen yang kutemui di perempatan jalan. Dia sudah duduk berada di sana saat aku menyantroni 'kakaknya' untuk diajak wawancara. Tatapannya adalah tatapan anak kecil biasa, yang manja, yang menyimpan harap, yang penasaran, yang malu dan yang ragu-ragu. Suaranya pelan sekali saat menyebutkan nama. Dan, dia hanya tersenyum malu-malu saat ditanya. Kemudian, ada seorang anak lagi yang mengahampiri. Tanpa disangka dia mencium tanganku seperti kepada seseorang yang dihormati. Sikapnya menunjukan karakter anak yang tegar. Senyumnya terkembang lebar. Dia tampak ceria. Seolah jalanan bukanlah sebuah kesulitan bagi hidupnya. Namanya Arya. Sayang, dia hanya sekejap berada di situ. Dia tidak sempat mengorol denganku karena bus berpenumpang penuh yang melaju di perempatan itu seolah memerinya aba-aba start lari cepat berhadiah rupiah. Anak kecil itu berlari secepat kilat. Dia seolah tahu benar bahwa hidup harus dipe