Syam berdiri di geladak kapal, menatap bulan di langit malam. Surat adiknya masih dalam genggaman. “Pulanglah, bang !” Kalimat itu, juga malam dan rembulan selalu mengingatkannya pada luka lama. Pada sebuah nama. Laila wulandari. ...Sebagai laki-laki normal, wajar jika abang jatuh cinta padanya. Si Laila wulandari putri pak H. Thohir yang ramah dan santun itu. Bukan Cuma abang, ade dan bunda pun suka padanya. Dia gadis yang rupawan. Putih, mulus, molek, indah dipandang. Dia bidadari di kampung kita. Jadi, abang sungguh tidak tahu diri menginginkan dia jadi istri. Memang benar abang dan Laila pernah menjalin cinta monyet d masa SMP.tapi, itu dulu. Tepatnya, mungkin ketika si Laila masih belum bisa membedakan yang mana pangeran yang mana kodok. Hehehe... Maaf, bang, ade cuma bergurau. Bagaimanapun ade tahu pasti, abang lah orang pertama di Riau ini yang paling senang mendengar berita kepulangan Laila. Pujaan abang akan tiba dalam waktu dekat ini. Jadi, demi kebahagia