Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2013

MALAM & REMBULAN (Pulanglah, bang!)

Syam berdiri di geladak kapal, menatap bulan di langit malam. Surat adiknya masih dalam genggaman. “Pulanglah, bang !” Kalimat itu, juga malam dan rembulan selalu mengingatkannya pada luka lama. Pada sebuah nama. Laila wulandari. ...Sebagai laki-laki normal, wajar jika abang jatuh cinta padanya. Si Laila wulandari putri pak H. Thohir yang ramah dan santun itu. Bukan Cuma abang, ade dan bunda pun suka padanya. Dia gadis yang rupawan. Putih, mulus, molek, indah dipandang. Dia bidadari di kampung kita. Jadi, abang sungguh tidak tahu diri menginginkan dia jadi istri. Memang benar abang dan Laila pernah menjalin cinta monyet d masa SMP.tapi, itu dulu. Tepatnya, mungkin ketika si Laila masih belum bisa membedakan yang mana pangeran yang mana kodok. Hehehe... Maaf, bang, ade cuma bergurau. Bagaimanapun ade tahu pasti, abang lah orang pertama di Riau ini yang paling senang mendengar berita kepulangan Laila. Pujaan abang akan tiba dalam waktu dekat ini. Jadi, demi kebahagia

Dalam segenggam Do'a

Kembali pagi mengusik hati Hari belum juga berganti Masih menjelma rupa diri Terpajang di pintu mati Detik tak juga berlalu pergi Sesal tetap saja menyelimuti Masih begini Setiap hari Akankah kelabu kembali membiru? Harapkan cerah kan menerpa rona jiwa luka. Moga musim gugur tak menghalangi berseminya warna, Bertumbuhlah impian dalam kelam kehidupan! Akankah hujan turun dengan segera? Harapkan asin keringat kan tawar oleh sejuk butiran embun cahaya. Ketika air mata jatuh ke syurga, Pelangi pun tersenyum di ujung senja. Hari esok masih ada, Satu nyawa masih tersisa, Cahaya redup masih menyala, Dalam segenggam do’a.

sebuah hadiah

Wajah polos Eishya menatap Ibunya. Gadis kecil itu tidak pernah tahu apa yang dikerjakan Ibunya di luar rumah setiap malam. Ia hanya tahu Ibunya bekerja. Ia mencari nafkah di luar sana. Kata pak ustad, menafkahi keluarga itu adalah ibadah. Eishya tidak punya ayah. Kata Mbok Yem, tetanggannya, Ayah Eish meninggal di proyek saat bekerja sebagai kuli bangunan. Sejak itu, Ibunya yang mengambil alih tanggung jawab menafkahi keluarga. Eishya sangat sayang pada Ibunya. Namun. Entah kenapa, orang-orang di sekitar sering kali mencemooh mereka. Mereka bilang Ibunya nakal. Padahal di mata Eish, ibunya tidak pernah membentak, teriak-teriak atau mengejek orang lain seperti yang biasa di lakukan anak-anak nakal pada umumnya. Eishya sepertinya masih terlalu kecil untuk memahami betapa rumitnya kehidupan ini. Ia masih terlalu kecil untuk menyelami dunia yang luas ini. Ia hanya seorang gadis kecil lugu dan sederhana yang hanya mengenal jalanan dan stasiun kereta. Ia belum tahu siapa sebenarnya

Manisnya Cinta

Cinta terlihat bersemangat menghadapi tanggal 14 Februari ini. Selalu ada banyak surat cinta dan cokelat untuknya. Dia memiliki banyak penggemar di sekolah. Setiap tanggal 14 Ferbruari, dia selalu jadi penerima hadiah valentine terbanyak. Wajar saja, sebab Cinta adalah gadis yang cantik, manis, imut, selalu ramah, ceria dan baik kepada siapa saja. Semua orang menyukai dia. Termasuk aku, sahabatnya. Berebeda dengan dirinya. Aku sangat biasa. Tidak banyak orang yang mengenalku jika tidak ada Cinta. Namun, aku dan dia adalah sepasang sahabat yang sempurna. Kami sudah dekat sejak TK. Kini, kami sudah SMA. Tapi, hubungan kami masih sebaik dahulu kala. Lebih-lebih setelah 2 tahun terakhir ini kami mengaji di tempat yang sama. Aku dan Cinta sudah layaknya saudara. Belakangan ini aku khawatir padanya. Sebentar lagi 14 Februari tiba. Untuk kesekian kalinya, Cinta belum juga berubah. Dia masih dan selalu saja antusias menyambut hari merah jambu tersebut. Padahal peringatan dari Bu ustad