Langsung ke konten utama

RINGKASAN MATERI ULUMMUL HADITS #makalah



A.    Pengertian Hadits
Hadist menurut bahasa berarti الجديد yaitu ‘baru’. Pengertian ini terdapat pada beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain Q.S. Ath-Thuur ayat 34, Q.S. Al-Kahfi ayat 6. Q.S. Adh-Dhuha ayat 11. Namun, selain itu, hadist juga dapat berarti الخبر yaitu ‘berita’ serta  القريب yang berarti ‘dekat’.
Ada beberapa istilah berkenaan dengan pengertian hadist. Antara lain:
1.     As-Sunnah (السنة)
Sunnah menurut istilah memiliki pengertian yang sama dengan hadits, tapi di sisi lain pengertian sunnah adalah lebih umum/luas daripada hadist. Sunnah mencangkup segala sesuatu yang berasal dari nabi baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat, sikap, maupun perjalanan hidup, baik setelah diangkat menjadi nabi ataupun sebelumnya.
2.     Al-Khobar (الخبر)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, khobar menurut bahasa berarti kabar atau berita. Sedangkan menurut istilah, khobar berarti kabar ataupun berita yang berasal dari nabi (sama denagn hadist), tapi juga mencangkup kabar atau berita yang datang dari sahabat dan tabi’in.
3.     Al-Atsar (الأثر)
Atsar artinya bekas, tapak atau jejak nabi. Secara istilah atsar sama dengan hadist, tapi cakupannya lebih luas, yaitu meliputi perkataan dan perbuatan sahabat.
Sementara itu, ahli hadist dan ahli ushul pun memiliki perbedaan pendapat dalam memberikan pengertian hadist.
Pengertian hadis menurut Ahli Hadis, ialah segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya. Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW. yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaan.
Ada juga yang memberikan pengertian lain, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”.
Sebagian Muhaditsin berpendapat bahwa pengertian hadis diatas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf), dan tabi’in (hadis maqtu’).
Pengertian hadis menurut para ulama ushul adalah segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.
Jadi, berdasarkan beberapa pengertian di atas, pengertian hadist adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw. Baik itu berupa perkataan, perbuatan, ketetapan maupun sifat.
صفه او تقرير او فعل او قول من والسلام عليه الله صل نبى الى اضيف ما  الحديت
Bagi kalangan muhaditsin hadist atau sunnah rosul itu hukumnya wajib untuk diikuti. Sedangkan bagi kalangan ahli ushul, hukum mengikuti hadits atau sunnah rosul terbagi menjadi wajib, sunah, mubah dan haram.


B.    Ilmu Hadits
Dari pengertian hadits yang telah dijelaskan sebelumnya, maka yang dimaksud dengan ilmu hadits adalah ilmu tentang hadits atau ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. baik yang berupa perkataan, perbuatan, ketetapan ataupun sifat.
Ilmu hadist dibagi menjadi dua, yaitu:
1.     Ilmu Hadits Riwayah
Ilmu hadits Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang periwayatan hadits tanpa disertai kritik matan maupun sanad. Manfaat mempelajari ilmu hadist riwayah adalah untuk menghindari penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumber pertama, yaitu Nabi Muhammad Saw. Contoh hadits riwayah:
عن المغيرة قال: سمعت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يقول:
إِنَّ كَذِباً عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (رواه مسلم وغيره)

Artinya: Dari Al-Mughirah ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya dusta atas namaku itu tidak seperti dusta atas nama orang lain, dan barang siapa dusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim dan lain-lainnya).
2.     Ilmu Hadits Dirayah
Sedangkan Ilmu Hadits Dirayah juga mempelajari mengenai periwayatan hadist dan disertai kritik terhadap matan maupun sanadnya. Objek pembahasan Ilmu Hadits Dirayah berkaitan dengan perawi dan marwinya. Manfaat mempelajarinya adalah untuk dapat mengetahui tertolak atau diterimanya suatu hadits  dilihat dari sanad maupun matannya.

C.    Unsur-Unsur Pokok Hadits
Adapun unsur-unsur pokok yang perlu diketahui berenaan dengan sebuah hadits, antara lain:
1.     Sanad
Sanad secara bahasa berarti sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Pengertian sanad sendiri berbeda-beda. Antara lain:
a.      Berita tentang jalan matan.
b.     Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadits) yang menyampaikannya pada matan hadits.
c.      Silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama.
d.     Atau, sama dengan isnad, yaitu rangkaian rawi hingga sampai ke matan.
2.     Matan
Secara bahasa, matan berarti tanah yang tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan matan adalah teks atau materi hadits atau lafal hadits yang erada di ujung sanad.
3.     Rawi
Rawi adalah orang yang meriwayatkan hadits.

D.    Bentuk-Bentuk Hadits
Bentuk-bentuk hadis dibedakan atas dasar jumlah rawi, sanadnya, kualitas haditsnya dan juga berdasarkan definisi hadits itu sendiri.
1.     Berdasarkan jumlah rawi, hadist dibedakan menjadi:
a.      hadits ahad
b.     hadits muttawatir.
2.     Berdasarkan sanadnya, hadist dibedakan menjadi:
a.      hadits qudsi
b.     hadits marfu’
c.      hadits maukuf
d.     hadits maqtu’
3.     Berdasarkan kualitas, hadits dibedakan menjadi:
a.      hadits shahih
b.     hadits dhoif.
Sedangkan secara definisi kita telah mengetahui bahwa definisi hadist adalah segala perkataan (qawly), perbuatan (fi’ly), ketetapan (taqriry) dan sifat (sifaty) yang disandarkan kepaa Nabi Muhammad Saw.
4.     Berdasrkan definisi tersebut, hadits dibedakan menjadi:
a.      Hadits Qawly
Yang dimaksud dengan hadits qawly adalah hadits yang berupa sabda nabi. Proses penyampaiannya adlah nabi bersabda dan sahabat mendengar kemudian menyampaikannya. Ciri-ciri hadits qawly adalah terdapat perkataan “sami’tu” (saya mendengar) atau “qaala” (Beliau bersabda). Contohnya:

عن المغيرة قال: سمعت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يقول
إِنَّ كَذِباً عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (رواه مسلم وغيره)

Artinya: Dari Al-Mughirah ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya dusta atas namaku itu tidak seperti dusta atas nama orang lain, dan barang siapa dusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim dan lain-lainnya)

b.     Hadits Fi’ly
Yang dimaksud dengan hadits fi’ly adalah hadits yang berupa perbuatan nabi. Prosesnya adalah sahabat melihat nabi melakukan atau berbuat sesuatu lalu sahabat itupun menyampaikannya. Ciri-ciri hadits fi’ly yaitu terdapat kata “Ra’aytu” (saya melihat) atau “Kaana”. Contohnya:

عن عبّاس بن ربيع قال: رأيت عمربن الخطّاب رضي الله عنه يقبّل الحجر “يعنى الأسود” ويقول
إِنِّى لاَءَ عْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لاَتَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
(رواه البخارى ومسلم)

Artinya: Dari Abbas bin Rabi’ ra., ia berkata: Aku melihat Umar bin Khaththab ra., mencium Hajar Aswad dan ia berkata: “Sesungguhnya benar-benar aku tahu bahwa engkau itu sebuah batu yang tidak memberi mudharat dan tidak (pula) memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw. menciummu, aku (pun) tak akan menciummu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
c.      Hadits Taqriry
Yang dimaksud dengan hadits taqriry adalah adits yang berupa ketetapan nabi atas kasus yang menimpa sahabat. Prosesnya adalah sahabat berbuat sesuatu kemudian nabi memberikan ketetapan atas perbuatan tersebut. Ciri hadits ini bersifat kasuistik. Contohnya:
pengakuan Nabi Muhammad terhadap ijtihad para sahabat berkenaan dengan shalat Ashar di perkampungan Bani Quraizhah, sebagaimana diriwayatkan dari ‘Abd Allah Ibn Umar:

لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمْ الْعَصْرُ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ
Artinya: “Janganlah salah seorang (di antara kamu) mengerjakan shalat Ashar, kecuali (setelah sampai) di perkampungan Bani Quraizhah. Lalu sebagian mereka mendapati (waktu) ‘Ashar di perjalanan. Sebagian mereka mengatakan, kita tidak boleh shalat sehingga sampai di perkampungan, dan sebagian lainnya mengatakan, tetapi kami shalat (dalam perjalanan), tidak ada di antara kami yang membantah hal itu. Hal itu lalu dilaporkan kepada Nabi saw, ternyata beliau tidak menyalahkan seorang pun dari mereka”.(Shahih al-Bukhari, III: 499, hadits 894)

d.     Hadits Sifaty
Yang dimaksud dengan hadits sifaty adalah hadits yang berkaitan dengan gambaran sosok nabi baik akhlak maupun fisik nabi. Prosesnya adalah apa yang ada pada diri nabi disampaikan oleh sahabat. Ciri-ciri hadits ini bersifat fisikal ataupun moral. Contohnya pernyataan al-Barra` ibn ‘Azib berikut ini:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا وَأَحْسَنَهُ خَلْقًا لَيْسَ بِالطَّوِيلِ الْبَائِنِ وَلَا بِالْقَصِي
Artinya: “Rasulullah saw adalah manusia memiliki sebaik-baik rupa dan tubuh. Kondisi fisiknya, tidak tinggi dan tidak pendek ”.

E.     Fungsi Hadits

1.     Bayan Taqrir
Disebut juga bayan at-t’kid dan bayan isbat. Fungsinya untuk menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam al-qur’an. Contohnya seperti perintah wudhu.

2.     Bayan at-Tafsir
Memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih mujmal, memberikan persyratan ayat-ayat yang masih mutlak dan memberi penentu khusus ayat-ayat yang masih umum.
3.     Bayan At-Tasyri
Mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-qur’an.
4.     Bayan An-Nasakh
Adanya dalil syar’i yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada karena datang kemudian.

F.     Kedudukan Hadits Terhadap Al-qur’an

Al-qur’an merupakan sumber hukum utama dalam ajaran Islam, sedangkan hadits adalah sumber hukum kedua setelah al-qur’an. Dilihat dari sudut pandang tersebut, kedudukan hadits ada di bawah al-qur’an. Namun, jika dilihat dari fungsi hadits seperti yang telah disampaikan di atas, kedudukan al-qur’an dan hadits adlaah sejajar sebab keduanya salaing melengkapai.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ITTIHAD & HULUL #makalah

PEMBAHASAN A.     ITTIHAD 1.       Pengertian ittihad kata Ittihad berasal dari kata ittahad-yattahid-ittahad (dari kata wahid) yang berarti kebersatuan. Ittihad menurut Abu Yazid Al Busthami, secara komperhensif maupun etimologis, berarti integrasi, menyatu atau persatuan (unity). Ittihad memiliki arti "bergabung menjadi satu". Paham ini berarti seorang sufi dapat bersatu dengan Allah setelah terlebih dahulu melebur dalam sandaran rohani dan jasmani (fana) untuk kemudian dalam keadaan baqa, bersatu dengan Allah. Ittihād dalam ajaran tasawuf kata Ibrahim Madkur adalah tingkat tertinggi yang dapat dicapai dalam perjalanan jiwa manusia. Menurut Harun Nasution, ittihad adalah satu tingkatan seorang sufi teah merasa dirinya bersatu dengan tuhan, satu tingkatan ketika yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata, “Hai aku”. Dalam paham ini, seseorang untuk mencapai Ittihad harus m

PERADABAN ISLAM PADA MASA KHILAFAH RASHIDAH #makalah

PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Melalui sejarah kita dapat menggali masa lalu untuk dikaji ulang. Melalui sejarah juga kita dapat menemukan nilai-nilai yang pasti akan sangat bermanfaat untuk membangun masa depan. Sebab, sejarah merupakan cermin, yang menampilkan kebaikan maupun keburukan yang pernah terjadi di masa lalu. Sehingga dengan bercermin kepadanya, kita dapat senantiasa memperbaiki diri untuk masa yang akan datang. Peradaban manusia tidak pernah lepas dari sejarah. Sebaliknya, ketika mengkaji sejarah, peradaban pun tidak mungkin luput dari pembahasannya. Peradaban manusia berkembang seiring perkembangan akal pikiran manusia itu sendiri. Peradaban tersebut mengalami kemajuan dan juga kemunduran. Namun, dari sekian banyak peradaban yang tercatat dalam sejarah,  Islam pun turut menorehkan jejaknya dan mengambil peranan penting dalam sejarah perkembangan dunia hingga saat ini. Ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw hadir pada masa Jahiliyyah bagai