PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Melalui
sejarah kita dapat menggali masa lalu untuk dikaji ulang. Melalui sejarah juga
kita dapat menemukan nilai-nilai yang pasti akan sangat bermanfaat untuk
membangun masa depan. Sebab, sejarah merupakan cermin, yang menampilkan
kebaikan maupun keburukan yang pernah terjadi di masa lalu. Sehingga dengan
bercermin kepadanya, kita dapat senantiasa memperbaiki diri untuk masa yang
akan datang.
Peradaban
manusia tidak pernah lepas dari sejarah. Sebaliknya, ketika mengkaji sejarah,
peradaban pun tidak mungkin luput dari pembahasannya. Peradaban manusia
berkembang seiring perkembangan akal pikiran manusia itu sendiri. Peradaban
tersebut mengalami kemajuan dan juga kemunduran. Namun, dari sekian banyak
peradaban yang tercatat dalam sejarah,
Islam pun turut menorehkan jejaknya dan mengambil peranan penting dalam
sejarah perkembangan dunia hingga saat ini.
Ajaran
Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw hadir pada masa Jahiliyyah
bagaikan cahaya yang menghapuskan kegelapan ditengah-tengah masyarakat
jahiliyyah saat itu. bagi seluruh dunia, Islam adalah rahmatan lil alamin. Bahkan
dalam buku ‘The 100: A Ranking of The Most Influential Person in History’,
Michael Hart, menempatkan nabi Muhammad
Saw di urutan pertama sebagai tokoh dunia yang paling berpengaruh sepanjang
masa. Maka, eksistensi Islam yang diperjuangkan oleh nabi Muhammad sejak beliau
menerima wahyu pertama telah memberikan pengaruh bagi kehidupan manusia.
Meskipun
lahir di Mekkah, Islam justru tumbuh dan berkembang di Madinah. Jadi, bisa
dikatakan bahwa asal usul peradaban Islam bermula dari periode hijrah Nabi. Di kota
Madinah masyarakat Islam mulai terbentuk. Hal itu dibangun di atas tiga pilar
penting, yaitu: masjid, perjanjian Muhajirin dan Anshar, serta kesepakatan
untuk bekerja sama antara Islam dan non-muslim. “Pemerintahan Islam di Madinah
memenuhi semua syarat yang dibutuhkan bagi suatu negara nyata yang memiliki
wilayah, penduduk, kedaulatan, administrasi eksekutif, dan badan pemerintah.”
(Velayati, 2010:36).
Selama
masa kenabian, banyak langkah yang telah diambil oleh Nabi Muhammad dalam
menjalankan tugas sebagai utusan Allah sekaligus mendirikan dan mengukuhkan
pilar-pilar kedaulatan Islam. Itulah yang menjadi dasar dari peradaban Islam
yang bersumber dari al qur’an dan sunnah.
Walaupun
nabi Muhammad Saw telah wafat, namun cahaya Islam tidak padam. Perjuangan
beliau diteruskan oleh para sahabat. Mereka yang bergelar Khulafaur Rasyidin,
itulah yang kemudian menyebarkan Islam hingga hampir mencapai seluruh belahan
dunia. Apa yang mereka lakukan bukan hanya menanamkan nilai-nilai aqidah Islamiyah
semata, melainkan juga mengembangkan sebuah peradaban yang tinggi, yaitu
peradaban Islam. Keagungan ajaran Islam yang kita pahami sekarang, salah
satunya kita ketahui melalui jejak-jejak
peradaban yang telah mereka bangun berabad-abad silam.
Untuk
lebih memahami mengenai sejarah peradaban Islam, tentu kita perlu mengetahui
lebih jauh lagi mengenai kiprah dan peranan Khulafaur Rasyidin dalam peradaban
Islam. Maka, makalah inipun disusun untuk membahas mengenai hal tersebut.
PERADABAN ISLAM PADA MASA KHILAFAH RASHIDAH
A. Tsaqifah
Bani Sa’idah
Tsaqifah
Bani Sa’idah menjadi saksi awal terbentuknya Khilafah Rasyidah. Sebelum nabi
Muhammad Saw wafat, beliau tidak berpesan secara khusus mengenai penggantinya.
Ketiadaan pesan khusus itulah yang mendorong umat islam secepatnya mencari
penggantinya ketika nabi wafat. Ketika itu ahlul bait (keluarga Nabi)
menyelenggarakan jenazah nabi, sementara itu para sahabat berkumpul untuk melaksanakan suatu hal yang sifatnya
penting. Menyelenggarakan jenazah hukumnya fardhu kifayah, maka dapat diwakili
oleh beberapa orang, namun, memilih pengganti nabi agar tidak terjadi
kegoncangan di kalangan umat muslim dirasa lebih penting dan darurat. Maka para
sahabat berkumpul dan mengadakan pertemuan di tsaqifah bani sa’idah untuk
bermusyawarah mengenai siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai pemimpin umat
nantinya.
Berita
itu sampai kepada Abu Bakar dan Umar, lalu mereka bersama Abu Ubaidah ibn Sarah
datang ke Tsaqifah. Tiga orang inilah yang dapat di katakan sebagai wakil kaum
Muhajirin, sementara dari kaum Anshar di wakili oleh Basyir ibn Sa’ad ibn
Khudair dan Sadim. Selanjutnya musyawarah di Tsaqifah menjadi musyawarah
perwakilan kaum Muhajjirin dan Anshar.
Akhirnya,
setelah melewati perdebatan panjang, wakil dari kaum Ashar menerima pendapat
bahwa suku quraisyiah yang lebih pantas menjadi pemimpin. Abu Bakar mencalonkan
Umar bin Khaththab atau Abu Ubaidah bin Sarah, namun keduanya tidak bersedia dicalonkan.
Lalu Basyir Ibn Sa’ad menjabat tangan Abu Bakar dan membuatnya sebagai
pengganti Nabi (Khalifah). Bai’at ini kemudian dikenal dengan Bai’at Tsaqifah.
Pada hari berikutnya, Abu Bakar naik mimbar di masjid nabawi dan berlangsunglah
bai’at umum. Maka, pada saat itulah dimulainya pemerintahan Khilafah Rashidah
yang dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin.
B. Pengertian
Khulafaur Rasyidin
Kata
khulafaurrasyidin itu berasal dari bahasa arab yang terdiri dari kata khulafa
dan rasyidin, khulafa’ itu menunjukkan banyak khalifah (bila satu di sebut
khalifah) yang mempunyai arti pemimpin dalam arti orang yanng mengganti
kedudukan rasullah SAW sesudah wafat melindungi agama dan siasat (politik)
keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah ditentukan oleh
batas-batanya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam.
Adapun
kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafaurrasyidin
mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah nabi muhammad wafat. Para
khulafaurrasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka tiu
terdiri dari para sahabat nabi muhammad Saw yang berkualitas tinggi dan baik
adapun sifat-sifat yang dimiliki khulafaurrasyidin sebagai berikut:
a. Arif dan bijaksana
b. Berilmu yang luas dan mendalam
c. Berani bertindak
d. Berkemauan yang keras
e. Berwibawa
f. Belas kasihan dan kasih sayang
g. Berilmu agama yang amat luas serta
melaksanakan hukum-hukum islam.
Para
sahabat yang disebut khulafaurrasyidin terdiri dari empat orang khalifah yaitu
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., Umar bin Khaththab r.a., Utsman bin Affan r.a., dan
Ali bin Abi Thalib k.w.
C. Sistem
Politik, Pemerintahan dan Bentuk Negara pada Masa Khilafah Rashidah
Khalifah
(pemerintahan), yang timbul sesudah wafatnya nabi Muhammad, tidak mempunyai
bentuk kerajaan, tetapi lebih dekat merupakan republik, dalam arti kepala
negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun menurun. Karena dalam
pemerintahan harus ada persetujuan dari masyarakat. Dan tidak bisa dipilih sendiri tanpa adanya musyawarah dari
masyarakat. Ini menggambarkan ciri pemerintahan yang demokratis.
D. Sistem
Pergantian Kepala Negara pada Masa Khilafah Rashidah
Sistem
penggantian dan penggangkatan khalifah sebagai kepala negara merupakan pola
pemerintahan khulafaur rasyidin yang paling penting. Ke empat khalifah dipilih
melalui cara yang hampir sama. Pola pemilihan tersebut dapat di katagorikan
sebagai pemilihan langsung yang terdiri atas dua tahap.tahap pertama pemilihen
figur khalifah, sedangkan tahap kedua, pengukuhan keabsahan khalifah terpilih
melalui bai’at (janji kesetiaan).
Abu
bakar diangkat menjadi khalifah atas dasar pemufakatan pemuka-pemuka ashar dan
muhajirin dalam rapat saqifah di madina. Umar menjadi khalifah kedua atas
pencalonan abu bakar yang segera juga mendapat persetujuan umat. Penentuan
Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga di rundingkam dalam rapat, setelah Ustman
terbunuh, Ali lah yang merupakan calon terkuat untuk menjadi khalifah keempat.
Dalam
sistem pergantian kepada negara, perlu diketahui, bahwa ada yang dinamakan Ahl
Al-Hall Wa Al ‘Aqd. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kualifikasi untuk
bertindak atas nama orang muslim dalam memilih seorang khilafah, dikenal
sebagai Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd (kadang kadang disebut Ahl Al ‘Aqd Wa Al-Hall).
Dalam teori politik abad pertengahan, fungsi utama mereka bersifat kontraktual.
Artinya mereka menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada seorang yang paling
berkualifikasi dan begitu diterima, mereka memberikan bai’at kepadanya. Mereka
juga diberi kepercayaan memberhentikan khalifah apabila khalifah gagal memenuhi
kewajibannya. Mereka harus Muslim, berusia dewasa, adil, merdeka (bukan budak),
dan mampu melakukan ijtihad (Menafsirkan sumber-sumber hukum agama). Syarat
terakhir ini mengimplikasikan bahwa Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd haruslah faqih dan
piawai dan konsensusnya mengikat.
Istilah
Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd pada masa sekarang di negara kita populer dengan sebutan
MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), selain itu juga disebut dengan dewan
legislatif dan syuro.
Penetapan
kepemimpinan bisa melalui dua cara :
1. Dipilih oleh Ahl Hall Wal Aqd. Cara ini
dipakai pada saat pemilihan sahabat Abu Bakar dan sahabat Ali bin Abi Tholib.
2. Metode al’ahdu atau istihlaf. Dipilih atau ditunjuk langsung oleh pemimpin
yang sebelumnya (demisioner).
Dimasa
Khalifah Abu Bakar, Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd terdiri dari Umar bin Khaththab,
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Mu’adz bin Jabal,
Ubai bin Kaab dan Zaid bin Tsabit.
E. Abu
Bakar Ash-Shiddiq r.a. (11-13 H/632-634 M)
1. Biografi
Khalifah
pertama dari Khulafaur Rasyidin, sahabat nabi SAW yang terdekat dan termasuk di
antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as Sabiqunal al Awwalun). Nama
lengkapnya adalah Abdullah bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin
Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Quraisy at Taimi. Bertemu nasabnya
dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Ayahnya di beri kuniyah
(sebutan panggilan) Abu Quhafah. Abu Bakar lahir pada tahun 573 M. Pada masa
kecilnya beliau diberi nama Abdul Ka’bah. Nama ini diberikan kepadanya sebagai
realisasi nadzar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar oleh
Nabi SAW menjadi Abdullah. Gelar Abu Bakar diberikan Rasulullah SAW karena ia
seorang yang paling cepat masuk islam, sedang gelar as-Shiddiq yang berarti
amat membenarkan adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia amat segera membenarkan Rasulullah SAW
dalam berbagai peristiwa, terutama peristiwa isra’ mi’raj.
Abu
Bakar adalah sahabat sekaligus mertua Nabi, karena beliau adalah ayah Aisyah
r.a, istri nabi. Selain itu, beliau merupakan yang pertama memeluk Islam.
Beliau memiliki sifat lembut hati dan ramah. Beliau memiliki kedekatan yang
erat dengan Nabi, pada awalnya karena hubungan pertetanggaan dan memiliki
kesamaan sifat dengan Nabi, yaitu sifat-sifat yang berlainan dari
kebiasaan-kebiasaan kaum jahiliyah pada masa itu. maka, ketika Nabi diangkat
menjadi rosul, beliau termasuk orang-orang pertama yang membenarkan dan
menerima ajaran islam dengan tangan terbuka. Dengan keislaman Abu Bakar, banyak
tokoh-tokoh besar Quraisy yang kemudian mengikuti jejaknya.
Di
awal keislamannya beliau menginfakkan di jalan Allah apa yang dimilikinya
sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa
karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal. Beliau selalu mengiringi
Rasulullah selama di Makkah, bahkan dialah yang mengiringi beliau ketika
bersembunyi dalam gua dan dalam perjalanan hijrah hingga sampai di kota
Madinah. Disamping itu belaiu mengikuti seluruh peperangan yang diikuti
Rasulullah baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Penaklukan kota Makkah, Hunain
maupun peperangan di Tabuk. Hal-tersebut
di ataslah yang membuat Abu Bakar
Ash-Shiddiq r.a sangat pantas dan layak diangkat sebagai Khalifah menggantikan
kepemimpinan nabi Muhammad Saw setelah beliau wafat. Abu Bakar sendiri wafat
pada 13 H atau 624 M pada usia 63 tahun.
2. Pemerintahan
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a
Pemerintahan
Abu Bakar dimulai pada 11 H atau 632 M. Wafatnya Nabi menimbulkan kekhawatiran
akan perpecahan umat. Namun, dengan terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, hal
ini membuat persatuan umat kembali terjalin dan tugas mulia Nabi tidak terputus
sehingga masih dapat diteruskan.
Kebijakan-kebijakan
yang diambil oleh khalifah Abu Bakar pada masa pemerintahannya antara lain:
a. ekspedisi
ke perbatasan Suriah yang dipimpin oleh Usamah. Walaupun menerima banyak
penentangan dari kalangan sahabat, namun misi ini berhasil dan membawa pengaruh
positif bagi umat Islam.
b. Operasi
pembersihan terhadap orang-orang yang melakukan riddah atau gerakan pengingkaran
terhadap Islam. Pada masa setelah Nabi wafat, banyak umat Islam, khususnya dari
kalangan Arab Badui yang menjadi murtad. Mereka melepaskan diri dari Islam dan
menolak berbaiat kepada khalifah. Sekaligus penumpasan nabi-nabi palsu. Untuk
memerangi para pembangkang dan kaum murtaddien ini, Abu Bakar membagi pasukan
menjadi sebelas brigade:
1)
Khalid Ibn Walid
memimpin pasukan untuk memerangi nabi palsu Thulailah Ibn Khuwailid dari bani
Asad dan Malik Ibn Nuwairah (Pemimpin
Pemberontak) dari Bani Tamim di Buthah. Panglima yang paling disegani
dan ditakuti ini sengaja ditugaskan untuk memberi pelajaran kepada
kabilah-kabilah yang lain yang tidak mau menyerah.
2)
Ikrimah Ibn Abi
Jahl Memimpin pemadaman pemberontakan Nabi Palsu Musailamah Al-Kadzab dari Bani
Hanifah di iyayamah.
3)
Surahbil Ibn
Khasanah memimpin tentara ke Qudha’ah dan membantu pasukan Ikrimah.
4)
Al-Muhajir Ibn
Abi Umayyah memimpin tentara memerangi Al-Aswad Al-Ansi yang mengaku sebagai
Nabi Palsu di Yaman dan sebagai bantuan bagi para anak-anak raja Yaman untuk
menundukkan Qais bin Maksyuh karena telah melepaskan diri dari ketaatan
terhadap pemerintahan kaum muslimin.
5)
Khalid bin Sa’id
bin al-Ash, diperintahkan berangkat menuju perbatasan kota Syam.
6)
Amru bin ak-Ash,
ditugaskan untuk berjalan menuju Jumaa’ tempat Qudha’ah, Wadiah dan al-Harits
(nabi palsu)
7)
Hudzaifah Ibn
Mihsan memadamkan pemberontakan suku Daba di Oman yang di pimpin Zul-Taj Laqith
Ibn Malik Al-Adzdi.
8)
Arfajah Ibn
Khuzimah memimpin tentara ke Mahrah.
9)
Thuraifah bin
Hajiz diperintahkan menuju Bani Sulaim dan suku Hawazin
10)
Suwaid Ibn
Muqran memerangi sukuTtihamah Yaman.
11)
Ala Ibn
Al-Khadrami memimpin pasukan menyerbu Khutam Ibn Dabi’ah yang murtad di
Bahrain.
c. Seluruh
Brigade di atas bertugas memadamkan pemberontakan bagian selatan arabia, karena
mereka adalah penentang keras serta gigih dalam memberontak dan cukup kuat
bertahan dari gempuran tentara Islam. Untuk daerah Utara, Abu Bakar cukup
membentuk tiga brigade yang dipimpin Amir Ibn ‘Ash untuk daerah Qida’ah, Mi’an
Ibn Hajiz untuk Bani Sulai di Hawazim dan Khalid Ibn Said untuk membebaskan
Syam.
d. Tindakan
tegas terhadap orang-orang yang enggan membayar zakat.
e. Permulaan
ekspansi dan peningkatan kekuatan di perbatasan, yaitu Persia dan Bizantium.
Ini merupakan ekspedisi penting dalam politik umat Islam, karena Hirah dan
Syiria (kota di Bizantium dan Persia) merupakan front terdepan wilayah
kekuasaan Islam dan Romawi Timur. Melaui ekpedisi ini dapat terjalin pertalian
nasional antara bangsa Arab di Madinah dengan bangsa Arab yang ada di Syiria.
Dengan demikian dapat tercipta keamanan bagi kota Madinah yang kala itu
terancam oleh bangsa Romawi.
f. Ibn
Katsir berkata,’Pada tahun 12 H Abu Bakar ash-Shiddiq memerintahkan Zaid bin
Tsabit agar mengumpulkan al-Quran dari berbagai tempat penulisan, baik yang
ditulis di kulit-kulit, dedaunan, maupun yang dihafal dalam dada kau muslimin.
Peristiwa itu terjadi setelah para Qari’ penghafal al-Quran banyak yang
terbunuh dalam peperangan Yamamah, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab
shahih Bukhari. Pengumpulan Al-Qur’an ini merupakan usul dari Umar bin
Khaththab.
g. Selain
itu, Untuk meningkatkan kesejahteraan umum Abu Bakar membentuk lembaga Bait
Al-Maal, (semacam kas negara atau lembaga keuangan). Pengelolaannya diserahkan
kepada Abu Ubaidah, sahabat nabi yang
digelari amin al-ummah (kepercayaan ummat). Didirikan pula lembaga
peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khoththab. Kebijaksanaan
lain yang ditempuh abu Bakar adalah membagi sama rata hasil rampasan perang
(ghanimah).
h. Menunjuk
atau mewasiatkan khalifah yang akan menggantikan dirinya setelah meninggal
nanti, demi kesejahteraan dan ketentraman dikalangan umat Islam.
Kekhalifahan
Abu Bakar Ash-Shiddiq hanya berlangsung selama 2 tahun lebih. Namun, pada masa
pemerintahan tersebut banyak yang telah berhasil dicapai, khususnya ketentraman
dan keamanan umat Islam. Terutama penegakan hukum sesuai dengan apa yang telah
diterapkan Nabi pada masa sebelumnya.
F. Umar
bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)
1. Biografi
Umar
bin khattab lahir di Mekkah pada tahun 583 M. Nama lengkapnya adalah Umar bin
al-Khaththab bin Nufail bin Adi bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth
bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Lu’ai, Abu Hafs al-‘Adawi. Sama seperti Abu
Bakar, beliau pun merupakan sahabat sekaligus mertua Nabi. Julukan beliau
adalah al-Faruq, “orang yang membedakan antara hak dengan yang bathil”. Gelar
ini diberikan oleh Rasulullah semasa beliau membawa sekumpulan umat Islam untuk
bersembahyang di hadapan Ka’bah secara terbuka untuk pertama kalinya dalam
sejarah Islam. Beliau sendiri yang menjaga mereka daripada gangguan orang-orang
Quraish. Nabi Muhammad SAW juga mengelarinya sebagai “Abu Hafs” kerana
kegagahannya.
Umar
bin Khaththab memiliki sifat berani dan tidak gentar dalam menegakkan kebenaran
agama Islam juga seorang yang tegas dan adil. Ditakuti oleh orang banyak karena
keberaniannya dan taat pada ajaran Allah SWT. Bahkan, setan pun takut dan segan
terhadapnya. Beliau seorang yang berpandangan jauh, berfikiran terbuka dan
bersedia untuk menerima pendapat orang lain. Seorang pemimpin yang
bertanggungjawab, adil dan amanah.
2. Pemerintahan
khalifah Umar bin Khaththab
Pemerintahan
Umar bin Khaththab dimulai pada 634 M. Beliau adalah orang yang ditunjuk
langsung oleh Abu Bakar untuk menggantikan dirinya memimpin kekhalifahan.
Meskipun demikian, proses peralihan kepemimpinan dari Abu Bakar kepada Umar
tetap melalui jalan musyawarah.
Umar
bin Khaththab memimpin selama kurang lebih 10 tahun. berikut ini merupakan
kebijakan-kebijakannya yang berhasil mengantarkan Islam kepada masa kejayaan
dan kegemilangannya:
a. Perhatian
terhadap taraf hidup rakyat. Ia memberikan tunjangan kepada rakyat sesuai
klasifikasi berdasarkan nasab kepada Nabi Muhammad Saw. (termasuk di dalamnya
istri beliau), senioritas dalam memeluk agama Islam, jasa dalam perkembangan
dakwah islam dan perjuangan mereka dalam menegakkan agama islam jumlah
tunjangan masing-masing berbeda berdasarkan urutan klasifikasi di atas. Hal ini
disebabkan kepiawaian umar dalam mengatur harta kekayaan negara yang berasal
dari jizyah dan Ghonimah sebaik mungkin, disamping para pembantu dibelakangnya
yang selalu setia dan memegang teguh amanat yang telah dibebankan dipundaknya
untuk dilaksanakan sebaik mungkin.
b. Reformasi
dalam pemerintahan. Adanya majelis syura’. Bagi Umar tanpa musyawarah, maka
pemerintahan tidak akan bisa berjalan.
c. Adanya
prinsip-prinsip demokrasi dan pembangunan jaringan pemerintahan sipil yag
sempurna. Adanya hak yang sama bagi setiap warga negara. Tidak ada perbedaan
antara penguasa dan rakyat, sehingga Khalifah senantiasa dekat dan dicintai
rakyatnya.
d. Pembentukan
departemen dan pembagian daerah kekuasaan Islam menjadi delapan provinsi.
Setiap provinsi dikepalai oleh wali dan didirikan kantor Gubernur. Umar juga
membentuk kepala distrik yang disebut
‘amil. Setiap pejabat pemerintahan, sebelum diambil sumpah, terlebih dahulu
diaudit harta kekayaannya oleh tim yang telah dibentuk oleh Umar.
e. Kebijakan
Umar paling fundamental adalah kebijakan ekonomi di Sawad (daerah subur). Umar
mengeluarkan dekrit bahwa orang Arab, termasuk tentara, dilarang transaksi jual
beli tanah di luar Arab (negeri yang telah ditaklukan). Sebab, kepemilikan
tanah yang diperoleh dari peperangan, tetap dibiarkan digarap oleh pemiliknya
sendiri. Keputusan ini memang memancing
reaksi dari anggota syura’, namun sebagai sousinya, maka ditetapkanlah pajak
untuk tanah tersebut (al-kharaj).
f. Guna
mengatasi gejolak keuangan, beliau memberi gaji tetap kepada tentara dan pensiunan
pada seluruh sahabat Nabi. Umar juga menerapkan pajak perdagangan (bea cukai)
yang bernama al-Ushur, setelah ia mendapatkan laporan, apabila pedagang Arab
datang ke Bizantium ditarik pajak 10% dari barang yang dijual. Setelah melihat
efek positifnya, Khalifah juga menerapkan sistem itu bagi para pedagang
non-muslim yang memasuki wilayah kekuasaan Islam. Untuk penduduk dzimmi yang
berada di dalam negeri dikenakan pajak sebesar 5%, sedangkan bagi orang Islam
membayar 2,5% dari harga barang dagangan.
g. Untuk
kepentingan pertahanan, keamanan dan ketertiban dalam masyarakat didirikanlah
lembaga kepolisian, korps militer dengan tentara terdaftar. Mereka digaji yang
besarnya berbeda-beda sesuai dengan tugasnya. Dia juga mendirikan pos-pos
militer di tempat-tempat setrategis.
h. Penaklukan
dan perluasan wilayah Islam meiputi: Palestina, Homas, Damsyiq, Beirut,
Isthahiyah, bahkan mesir, Irak dan Persia. Kronlogis penaklukan wilayah
tersebut, antar lain sebagai berikut:
1)
Tahun 634 M,
penaklukan Romawi.
2)
Tahun 635 M,
Damaskus berhasil ditaklukan.
3)
Tahun 636 M,
Syiria berhasil dikuasai. Lalu dilanjutkan dengan penaklukan Baysan dan
Yerussalem.
4)
Tahun 637 M
terjadi perang Qadisiah, sehingga pada tahun 641 M, seluruh Persia berhasil
dikuasai. Kemenangan kaum muslimin terhadap bangsa Persia inilah yang disebut
sebagai ‘Fathul Futuh’ (kemenangan dari segala kemenangan).
5)
Tahun 640 M,
penaklukan Mesir.
6)
Tahun 641 M,
penaklukan Babilonia.
7)
Tahun 643 M,
penaklukan Iskandariah.
i. Selain
itu juga khalifah bin Umar bin Khattab menetapkan perhitungan tahun baru yaitu
tahun hijriayah yang dimulai dari hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke
Madinah (16 Juli 622 M). Saat itulah dimulainya tahun hijriayah yang pertama.
Dan, menetapkan lambang bulan sabit
sebagai lambang negara. Hal ini diilhami oleh bendera pasukan khusus Rasulullah
SAW yang menggambarkan bulan sabit.
j. Di
akhir pemerintahan Khilafah Umar bin Khaththab, dalam rangka mengatasi masalah
penggantinya setelah dia meninggal dunia, Umar bin Khattab menunjuk enam orang
sahabat sebagai pengambil kebijaksanaan yang akan menunjuk penggantinya. Keenam
orang tersebut adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidah,
Zubair Bin Awwam, Said bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin ‘Auf.
Di
masa kepemimpinan Umar bin Khaththab Islam mencapai masa kejayaan. Namun,
kekhalifahan beliau berakhir saat beliau wafat pada 644 M karena mendapat
tikaman dari seorang budak bangsa Persia bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah saat
beiau akan melaksanakan sholat shubuh.
G. Utsman
bin Affan (23-36 H/644-656 M)
1. Biografi
Usman
bin Affan dilahirkan pada 576 M di kota thoif. Nama lengkapnya ialah Utsman bin
Affan bin Abil Ash bin Umayyah dari suku Quraisy. Usman seorang saudagar yang
berhasil karena tekun, lemah lembut, dan pemurah. Usman adalah saudagar yang
kaya, dermawan, berbudi luhur, bersikap jujur, dan teguh hati serta
berprasangka halus. Dengan pribadi yang demikian Usman termasuk orang yang
mempunyai kedudukan yang terhormat dan mulia di dalam masyarakat Qurais.
Sifat
mulia Usman meningkat setelah ia memeluk agama Islam. Sewaktu Nabi kekurangan
dana dalam perang tabuk (9H/631M) melawan pasukan Byzantium (Romawi timur) Abu
Bakar menyerahkan seluruh hartanya (40.000 dirham), Umar bin Khattab
menyerahkan separuh hartanya, Asmi bin Abdi menyumbangkan 70 goni kurma, Usman
bin Affan menanggung 1/3 dari keseluruhan biaya pasukan besar itu dengan
menyerahkan 90 ekor kuda, serta uang tunai 1.000 dinar = 10.000 dirham. Utsman
juga menyumbang 950 ekor unta dan 50 begal serta 1.000 dirham dalam ekspedisi melawan
Bizantium. Beliau pun membeli mata air orang Romawi seharga 20.000 dirham untuk
diwaqafkan bagi kepentingan muslim.
Utsman
bin Affan bukan hanya sahabat, melainkan juga menantu Nabi. Beliau dijuluki Zun
Nurain (pemilik dua cahaya) karena menikahi dua orang putri nabi secara
berurutan setelah salah satunya meninggal. Begitu istimewanya sosok beliau,
hingga Rasulullah s.a.w. pernah bersabda, "Tiap-tiap Nabi mempunyai teman,
dan Utsman adalah temanku di dalam syurga.”
2. Pemerintahan
Utsman bin Affan
Masa
kekhalifahan Utsman bin Affan berlangsung selama kurang lebih 12 tahun. Kurun
waktu tersebut terbagi menjadi 2 periode, yaitu masa kejayaan dan masa
kemunduran.
a. Masa
kejayaan khalifah Utsman bin Affan:
1) Meluasnya
ekspansi Islam hingga ke wilayah Afrika Utara yang ditandai oleh perang ‘Zatis Sawari’ (peperangan tiang
kapal) pada 652 M. Pada saat itulah dibentuk angkatan laut atas usul Muawiyah
bin Abu Sofyan.
2) Ekspansi
Islam, meliputi: Armenia, Tripoli, Thabaristan, Harah, Barkoh, Kabul, Ghanzah
dan Turkistan.
3) Penumpasan
pemberontakan-pemberontakan seperti di Khurasan dan Iskandariyah.
4) Pembagian
wilayah Islam menjadi 10 Propinsi yang dipimpin oleh seorang
Amir/Wali/Gubernur, meliputi Al Jund-Abdullah bin Rabi’ah, Basrah-Abu Musa bin
Abdullah, Damaskus-Muawiyah bin Abu Sofyan, Emese-Umar bin Sa’ad, Bahrain-Usman
bin Abil Ash, sha’a-Ja’la bin Munabbik, Taif-Sufyan bin Abdullah, Mesir-Amr bin
Ash, Mekkah-Nafi’ bin Abdul Maris, dan Kuwait-Mughiroh bin Sya’bah.
5) Kodifikasi
dan penyusunan al-qur’an. Ini merupakan karya monumental pada masa khalifah
Utsman. Awalnya, banyak yang mengecam, namun hal ini tetap dilakukan mengingat
terjadinya perselisihan atau kesimpangsiuran terhadap bacaan al-qur’an. Sebab,
saat itu wilayah Islam telah meluas, sehingga diperlukan suatu kejelasan
terhadap bacaan al-qur’an agar tidak terjadi kekeliruan yang akan sangat
merugikan.
6) Pembentukan
dewan penyusunan Al-Qur’an. Ketuanya adalah Zaid bin Tsabit, dengan anggota:
Abdullah bin Zubair, Sa’ad bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits. Tugas mereka
adalah menyalin kembali lembaran-lembaran Al-Qur’an yang telah telah menjadi
buku (Al-Mushaf) untuk digandakan sebanyak 5 buah. Empat diantaranya dikirim ke
Mekkah, Syiria, Basrah, dan Kufah. Sedang satu buah ditinggal di Madinah, yang
disebut Mushaf Usmani atau Mushah Al Imami.
7) perenovasian
bangunan Masjid Nabawi di Madinah.
8) Pembangunan
gedung-gedung pengadilan yang semula merupakan masjid-masjid.
b. Masa
kemunduran khalifah Utsman bin Affan:
1) Adanya
nepotisme dalam pemerintahan. Ini dimulai sejak Utsman diangkat menjadi
khalifah. Beliau memiliki keterikatan dengan kepentingan orang-orang Mekkah,
khususnya kaum Quraisy dari bani Umayyah yang merupakan keluarga dekatnya.
Sehingga posisi-posisi tertentu dalam pemerintahannya diduduki oleh anggota
keluarga tersebut, tanpa melihat kompetensi.
2) Kebijakan-kebijak
khalifah Utsman dinilai lemah oleh rakyat. Apalagi ditambah dengan adanya
ketidakadilan akibat nepotisme yang terjadi di atas. Rakyat merasa kecewa dan
menuduh kerabat dekat khalifah memperoleh harta pribadi dengan mengorbankan
kekayaan umum dan tanah negara. pada akhirnya, situasi politik dan pemerintah
pun menjadi kacau.
3) Terjadi
perlawanan ataupun pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat di Kufah dan Basrah
serta Mesir. Mereka menuntut Khalifah mendengarkan keluhan mereka mengenai
ketidakpuasan mereka terhadap gubernur di wilayahnya serta kebijakan
pemerintahannya yang dirasa tidak adil. Walaupun khalifah Utsman berhasil
memenuhi keinginan mereka, hal ini justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab, sehingga pada akhirnya konflik tersebut tidak dapat
diselesaikan dengan jalan damai.
Kekhalifahan
Utsman bin Affan r.a pun berakhir ketika beliau terbunuh oleh sekelompok
pemberontak pada tahun 656 M.
H. Ali
bin Abi Thalib k.w (36-41 H/656-661 M)
1. Biografi
Ali
bin Abi thalib lahir pada tahun 603 M di Mekkah. Beliau adalah putra dari Abu
Thalib, paman Nabi. Mengenang kakeknya yang bernama Asad, awalnya Ali diberi
nama Haidarah. Haidarah dan Asad dalam Bahasa Arab artinya singa. Sedang Nabi
Muhammad memberi nama “Ali”, yang menakutkan musuh-musuhnya.
Pada
usia 6 tahun, Ali bin Abi Tholib diasuh oleh Nabi Muhammad sebagaimana Nabi
diasuh oleh ayahnya Ali. Karena mendapat didikan dan asuhan langsung dari Nabi
Muhammad SAW, maka Ali tumbuh sebagai anak yang berbudi luhur, cerdik,
pemberani, pintar dalam berbicara dan berpengetahuan luas.
Ali
memasuki gerbang keislaman pada usia kanak-kanak. Beliau adalah anak kecil
pertama yang menerima ajaran Islam dan membenarkan kerasulan Muhammad Saw. Setelah
dewasa, Ali kemudian dinikahkan dengan Fathimah r.a., putri Nabi.
Gelar
yang disandang oleh Ali antara lain:
a. ‘Babul
Ilmu’ gelar dari Rasulullah yang artinya karena beliau termasuk orang yang
banyak meriwayatkan hadist.
b. ‘Zulfikar’
karena pedangnya yang bermata.
c. ‘Asadullah’
(singa Allah). setiap Rasulullah memimpin peperangan Ali selalu ada dibarisan
depan dan memperole kemenangan.
d. ‘Karramallahu
Wajhahu’ gelar dari Rasulullah yang artinya wajahnya dimuliakan oleh Allah,
karena sejak kecil beliau dikenal kesalehannya dan kebersihan jiwanya.
e. ‘Imamul
masakin’ (pemimpin orang-orang miskin), karena beliau selalu belas kasih kepada
orang-orang miskin, beliau selalu mendahulukan kepentingan orang-orang fakir,
miskin dan yatim. Meskipun ia sendiri sangat membutuhkan.
f. Selain
itu Ali juga termasuk salah satu seorang dari tiga tokoh yang didalamnya
bercermin kepribadian Rasulullah SAW. Mereka itu adalah Abu Bakar Asshiddiq,
Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Tholib. Mereka bertiga laksana mutiara yang
memancarkan cahayanya, itulah sebabnya Ali dijuluki ‘Al Murtadha’ artinya orang
yang diridhai Allah dan Rasulnya.
2. Masa
pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Sepeninggal
Utsman bin Affan, Ali menanggung beban berat
dalam memimpin kaum muslimin yang sudah tersebar luas di berbagai
wilayah. Apalagi stuasi politik dan ekonomi saat itu dalam keadaan kurang
stabil. Keamanan kota Madinah pun dinilai rawan akibat para pemberontak yang
masih berkeliaran.
Untuk
mengatasi situasi sulit itu, khalifah Ali bin Abi Thalib mengeluarkan
kebijakan-kebijakan baru, sebagai berikut:
a. Tanah-tanah
atau pemberian-pemberian yang dilakukan Khalifah Usman bin Affan kepada famili,
sanak kerabatnya dan kepada siapa saja yang tanpa alasan yang benar atu tidak
syah, ditarik kembali dan menjadi milik Baitul Mal sebagai kekayaan negara. Hal
ini dilakukan Khalifah untuk membersihkan pemerintahan.
b. Wali/Amir
atau gubernur-gubernur penguasa wilayah yang diangkat Khalifah Utsman diganti
dengan orang-orang baru:
1) Kuwait,
Abu Musa Al Asy’ari diganti Ammarah bin Syahab
2) Mesir,
Abdullah bin Sa’ad diganti Khais bin Tsabit
3) Basyrah,
Abdullah bin Amr diganti Usnab bin Hany Al Anshori
4) Syam
(Syiria), Muawwiyah bin Abi Sofyan diganti Shal bin Hanif
Hal ini dilakukan
Khalifah Ali, karena mereka banyak yang tidak disenangi oleh kaum muslimin,
bahkan banyak yang menganggap bahwa mereka itulah yang menyebabkan timbulnya
pemberontakan-pemberontakan pada masa Khalifah Utsman.
c. Mengatur
tata pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan umat, seperti memberikan
tunjangan yang diambil dari Baitul Mal kepada kaum muslimin sebagaimana yang
telah dilakukan Abu Bakar dan Umar.
d. Sebagai
upaya untuk mencerdaskan umat, Khalifah Ali meningkatkan Ilmu pengetahuan,
khususnya ilmu yang berkaitan dengan Bahasa Arab agar umat Islam mudah dalam
mempelajari Al-Qur’an dan Hadits.
e. Berusaha
untuk mengembalikan persatuan dan kesatuan umat Islam. Akan tetapi usahanya ini
kurang berhasil. Peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Ali, antara
lain:
1) Konflik
kembali terjadi saat banyak pihak menuntut Khalifah untuk mengusut tuntas kasus
pembunuhan Utsman bin Affan. Tuntutan tersebut muncul pula dari kubu
Muawiyah. Namun, Ali belum mampu
mengabulkan hal itu, sehingga pada tahun 36 H, terjadilah perang Jamal yang
melibatkan Aisyah, Thalhah dan Zubair yang pada awalnya mereka itulah
orang-orang pertama yang membai’at Ali sebagai khalifah.
2) Pemindahan
ibu kota kedaulatan Islam ke kota Kufah dilakukan setelah perang Jamal usai.
Ali memimpin umat Islam dari seluruh wilayah kecuali, Suriah yang masih dikuasai
oleh Muawiyah bin Abu Sofyan.
3) Terjadinya
tahkim yang berawal dari konflik politik antara Ali dan Muawiyah. Konflik tersebut
meruncing dan pada akhirnya menyeret keduanya pada sebuah pertempuran antar
sesama muslim dalam perang Siffin pada tahun 37 H. Hingga pasukan Muawiyah
hampir dapat dikalahkan. Saat itulah terjadi perundingan damai yang dinamai Perdamaian
Daumatul Jandal atau lebih dikenal dengan sebutan tahkim.
4) Terjadinya
perpecahan di kubu pendukung Ali ditandai dengan munculnya kelompok khawarij
dan Syiah yang kemudian saling memusuhi. Hal ini dimulai saat peristiwa tahkim.
Konflik politik itupun kemudian berlanjut ke wacana teologi.
Kekahlifahan
Ali bin Abi thalib hanya berlangsung selama 5 tahun. Ali wafat karena dibunuh
oleh salah seorang pengikut Khawarij bernama Ibnu Muljam.
I. Kontribusi
Khilafah Rashidah pada Kemajuan Peradaban Islam
Kemajuan
Islam pada masa Khilafah Rasyidah cukup pesat, terutama didukung oleh usaha
keras para Khulafaur Rasyidin dalam menegakkan ajaran Islam.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kemajuan peradaban Islam pada masa Khilafah Rashidah, antara
lain:
1. Ajaran
Islam yang memperhatikan dan mengatur hubungan individu yang mengarah pada
pembentukan masyarakat.
2. Keyakinan
kuat akan ajaran Islam yang menyerukan da’wah.
3. Peradaban
lain yang ada disekitar wilayah Arab, mulai mengalami kemunduran. Ini membuka
kesempatan bagi pemerintahan Islam untuk masuk dan mengambil alih kekuasaan
dengan sikap yang simpatik dan toleran.
Kemajuan peradaban
Islam pun dapat tercapai, antara lain:
1. Munculnya
gerakan pemikiran dalam Islam. Hal ini dapat dilihat melalui adanya pengumpulan
al-qur’an ke dalam bentuk mushaf dan pemberlakuan mushaf standar guna menjaga kemurnian dan keutuhannya.
Selain itu, dengan adanya perluasan wilayah, terbukalah pintu untuk menyebarkan
syiar Islam sekaligus menggali ilmu-ilmu lain di luar wilayah Madinah.
2. Dalam
peradaban, pemerintah muslim berhasil membina kemaslahatan umat melalui
pendirian organisasi ataupun lembaga-lembaga pemerintahan dan aparatur negara, hukum
dan sistem administrasi yang teratur dan terencana dengan baik sesuai dengan
zamannya.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah
nabi Muhammad Saw wafat, kepemimpinan umat diteruskan oleh para khulafaur
rasyidin. Mereka adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Keempat
Khilafah rashidah tersebut menjalankan pemerintahan dengan berpegang teguh pada
al-qur’an dan sunnah. Mereka merupakan teladan umat sekaligus gambaran pemimpin
ideal yang sulit ditemukan pada masa sekarang.
Atas
jasa mereka, Islam kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Ekspansi Islam
dilakukan atas kepentingan da’wah islamiyyah. Semangat itulah yang
menghantarkan Islam kepada sebuah masa yang gemilang.
Khulafaur
Rasyidin, melalui kepemimpinannya, telah meletakkan dasar-dasar hukum, ekonomi,
politik, militer dan administrasi menuju terciptanya sebuah pemerintahan Islam
yang berdaulat dan peradaban yang tinggi.
B.
Kritik dan Saran
Setelah
mempelajari sejarah di masa Khilafah Rashidah, kita dapat mengetahui bahwa
Islam berkembang melaui ekspansi yang dilandasi semangat da’wah. Sehingga persatuan
dan kesatuan umat merupakan hal paling utama yang harus diperhatikan.
Khulafaur
rasyidin telah memberikan keteladan. Namun, pada dasarnya mereka pun manusia
biasa yang tentu tidak luput dari kesalahan. Semangat da’wah dan persatuan umat
yang pada awalnya membawa pada kejayaan Islam, pada akhirnya justru dinodai
oleh perpecahan. Pemerintahan dan politik yang tadinya merupakan pertanda
majunya sebuah peradaban justru pada akhirnya menjadi awal intrik yang memicu
kehancuran. Hal ini seharusnya dapat dihindari jika para pemimpin umat tetap
berpegang pada al-qur’an dan sunnah serta tidak serakah akan harta dan
kekuasaan.
Komentar
Posting Komentar