Hawa masih sendirian
ditengah kelam. senja telah hilang dan malam mulai menjelang. bulan yang
harusnya jadi penerang membuat ia kebingungan.
akhir usia sudah mendekat, namun belahan jiwa tak juga mendekat.
akhir usia sudah mendekat, namun belahan jiwa tak juga mendekat.
"Di mana Adam?"
Hawa menahan hujan dalam
derasnya ocehan orang.
"Mengapa jalan tak jua
berujung pertemuan?"
Hawa terdiam. bulan dan
bintang tak mampu menjawabnya. Hawapun melangkah menyusuri jalanan tak tentu
arah.
"Di mana Arafah?"
Langit menyembunyikan sesuatu
sepertinya. Sebuah rahasia yang hanya diketahui Sang Pemilik Jagad.
Suatu saat ia akan
mendekat. Hawa menatap bulan bintang dan menangkap pertanda alam. Ciptaan tuhan
itu berpasang-pasangan. Itulah keyakinan yang Hawa dekap erat-erat sebagai
bekal. Namun, jalanan selalu lengang. Hawa tetap sendirian.
Ketika daya mencapai
penghabisan. Hawa berteriak dalam kebisuan. Aliran air yang menganak sungai di
pelupuk mata mengiringi alunan nada derita.
"Adakah Adam
merasakannya juga?"
Hawa menggelengkan kepala. ia sudah mati rasa. Kerinduan akhirnya melayang bersama udara. Cinta tak lagi ada. Hanya satu yang hawa percaya. Cinta itu datang dari tuhan maka Hawa kembalikan semua hanya pada-Nya.
Hawa menggelengkan kepala. ia sudah mati rasa. Kerinduan akhirnya melayang bersama udara. Cinta tak lagi ada. Hanya satu yang hawa percaya. Cinta itu datang dari tuhan maka Hawa kembalikan semua hanya pada-Nya.
"Wahai Sang Pemilik
hati, di sini Hawa menanti dengan sebuah kepercayaan terpatri. Engkau yang Maha
kasih yang menggenggam setiap hati pasti bisa menyelipkan kasih-Mu di sana. Di
hati seseorang yang ku sebut sebagai Adam."
***
sebuah drama di kepala, Mei 2011.
***
sebuah drama di kepala, Mei 2011.
Komentar
Posting Komentar