Gadis kecil itu
menjinjing jerigen minyak tanah. Namanya Susan. Persis seperti boneka penyanyi
Ria Enes. Lucu dan menggemaskan. Usianya baru 5 tahun. Suaranya juga masih
cadel, tapi cempreng. Setiap sore dia biasanya pergi ke warung di ujung jalan
itu. sambil mengayun-ayunkan jerigen yang masih kosong, dia berjalan dengan
riang. Langkahnya terayun ringan.
Tiba di warung,
biasanya dia diam, tidak langsung berteriak, “Punten” seperti kebanyakan orang
ataupun pembeli pada umumnya. Susan biasanya menunggu pembeli lain selesai
melakukan transaksinya. Semakin banyak pembeli di warung tersebut, dia justru
makin senang. Sebab, dia punya ritual tertentu setiap kali disuruh membeli
minyak tanah ke warung. Saat-saat menunggu giliran dilayani itulah, dia
melakukan ritual tersebut. Semakin banyak pembeli, berarti dia bisa punya
banyak waktu untuk melakukan ritual itu. Biasanya, Susan meletakkan jerigen di
samping drum minyak tanah yang setinggi dadanya. Kemudian ia mengamati situasi
sekitar. Jika suasana kondusif, semua orang sibuk dengan transaksinya
masing-masing, maka ia langsung beranjak ke tepian drum minyak tanah.
Menundukkan kepala lalu menarik nafas dalam-dalam. Aroma minyak tanah bagaikan
aromaterapi baginya. Dia bisa betah berlama-lama dalam kondisi seperti itu
sampai seseorang memergokinya.
“Jangan
dekat-dekat situ atuh, Neng geulis. Nanti kamu kecebur.” Sang pemilik warung
memperingatkan bocah itu.
Susan menarik
tubuhnya dari drum yang berbau menyengat itu dengan wajah tertekuk.
“Mau beli minyak
berapa liter? Dua liter, kan?” Tebak pemilik warung itu seperti seorang dokter yang mendiagnosa penyakit pasiennya
dengan tepat. Maklum, Susan memang sudah menjadi langganannya. Dan bocah itu
tidak pernah membeli minyak tanah lebih dari 2 liter per harinya. Maka, dengan malu-malu Susan mengangguk.
“Ya sudah, biar
Mamang ambilkan!” pemilik warung yang baik hati itu dengan cepat melayani
pembelinya. Transaksi itupun terselesaikan dalam waktu yang singkat. Namun,
selama mengisi jerigen, si Mamang
ternyata memperhatikan gerak-gerik susan yang seolah khusu menontonnya bekerja.
padahal, dia tahu, anak itu hanya pura-pura. Tujuan utamanya tentu supaya dia
bisa lebih dekat dengan drum minyak tanah. Hal inilah yang kemudian menimbulkan
rasa penasaran pemilik warung. Sebelum Susan melangkah pulang, si Mamang pun
bertanya padanya, “Neng, kenapa kamu teh suka ‘dengo-dengo’ ke minyak tanah
dalam drum ini? Memangnya tidak takut kotor dan bau?”
Susan menunduk
sambil menggeleng pelan. Setelah agak lama, dia pun membuka mulutnya. Lalu,
terdengarlah suara cadel bocah itu berkata, “Susan ingin cepat besal, Mang. Kan
kata olang bola bekel saja bisa jadi besal kalau dilendam dalam minyak tanah.
Nah, Susan juga ingin cepat tumbuh jadi besal, supaya bisa bawa minyak tanah
lebih dari 2 litel buat emak.”
Si Mamangtertawa
sambil geleng-geleng kepala. Lalu, dia tersenyum melihat bocah itu berjalan
dengan langkah berat, menjinjing jerigen berisi 2 liter minyak tanah.
*terinspirasi dari kisah masa kecil
seseorang yang sampai sekarang belum menjadi besar :D
Komentar
Posting Komentar