Detail
buku:
Judul: Catatan Musim
Penulis: Tyas Effendi
Penerbit: Gagas Media
Tebal: 280 hlm
Cetakan I, Oktober 2012
ISBN: 979-780-4712
Judul: Catatan Musim
Penulis: Tyas Effendi
Penerbit: Gagas Media
Tebal: 280 hlm
Cetakan I, Oktober 2012
ISBN: 979-780-4712
Nuansa
yang tersaji pada cerita di seluruh halaman novel ini adalah kehangatan. Ada
rasa manis dan juga pahit persis seperti yang tertuang dalam cangkir-cangkir teh Tya
dan Agam. Aroma teh dan kebiasaan unik yang dilakukan Tya dan Agam berkaitan
dengan cangkir tersebut sepertinya menjadi sebuah kekuatan yang membuat novel
tentang cerita cinta remaja ini memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan
novel-novel remaja pada umumnya.
Kekuatan
novel ini bukan terletak pada cinta seorang gadis bernama Tya Mahani, seorang
mahasiswa pecinta seduhan the yang bekerja sebagai penerjemah buku, terhadap
seorang pemuda berkaki satu bernama Gema Agasta, yang juga seorang mahasiswa
sekaligus pelukis. Cinta semacam itu
mudah dijumpai pada novel remaja lainnya. Namun, di sini, Tyas Effendi
(penulis) berhasil membuat cinta yang biasa dan sederhana itu menjadi istimewa.
Cinta sehangat secangkir teh di tengah musim dingin Lille. Selain itu, sosok
Tya dan Gema yang merupakan mahasiswa Indonesia di Universitas Lille, Prancis,
itu mampu menunjukkan bahwa perasaan sekecil apapun yang bernama cinta itu memang layak diperjuangkan,
walau harus menempuh perjalanan jauh dan menghabiskan waktu yang panjang. Mereka berdua menunjukkan bahwa cinta ternyata
mampu berjalan beriringan dengan cita-cita.
cinta dalam novel ini tidak digambarkan dengan romantisme
yang berlebihan, sehingga takarannya pas untuk pembaca remaja. Sayangnya,
konflik yang tercipta justru terkesan sebaliknya. Tyan dan Agam memang sudah
bersahabat sejak lama, tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun. Hanya
sekedar menyampaikan ungkapan perasaan tak terkata melalui kiriman
cangkir-cangkir teh saja. Namun, tiba-tiba, sosok Agam yang digambarkan begitu
maya tetapi sangat manis itu, tiba-tiba dihadirkan secara nyata dalam hubungan
Tya-Gema. Agam yang bertipikal bijaksana justru berubah secara tak terduga
menjadi penyebab kehancuran hubungan Tya-Gema yang hampir saja terjalin indah.
Ini salah satu hal yang terasa berlebihan dalam novel ini. Namun, pada bagian
antiklimaks, Agam akhirnya kembali pada sikap bijaksananya. Dan, konflik batin
antara Tya dan Gema akhirnya menjadi sebuah ending yang membahagiakan. Seolah
cinta adalah takdir untuk mereka berdua.
Kisah ini memang manis, ringan, dalam dan
hangat. Membacanya terasa seperti menyeruput secangkir teh di tengah dinginnya
musim hujan. Sebuah sajian cerita cinta remaja yang istimewa.
Komentar
Posting Komentar